Sabtu, 10 Agustus 2013

Memahami Ajaran Agama dengan Sempurna

Memahami Ajaran Agama dengan Sempurna

 Judul : Hanif, Dzikir dan Pikir
Penulis : Reza Nufa
Penerbit : Diva Press
Cetakan : I, Mei 2013
Tebal : 384 halaman
ISBN : 978-602-7933-46-0

Perbedaan dalam kehidupan menjadi satu hal yang paling sering dijumpai. Perbedaan dalam altar apapun menjadi kodrat kehidupan manusia untuk menguji kekuatan hidup bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. Seringkali perbedaan kehidupan menimbulkan pertengkaran dan percekcokan, padahal sejatinya perbedaan itu menjadi salah satu simbol kehidupan yang universal.
Novel karya Reza Nufa ini menceritakan kisah beberapa mahasiswa yaitu Hanif, Idam, Dinda dan Disti. Reza menyuguhkan kehidupan beberapa anak yang terlibat dalam pergaulan yang akrab, meskipun masing-masing mempunyai perbedaan latar belakang sekolah, keluarga, kampus, bahkan agama. Hanif merupakan tokoh yang diidolakan diantara yang lainnya. Sifat dan pembawaannya yang dewasa, rasionalis, idealis, juga sosok yang rindu akan hakikat agama hingga ia mengembara mengikuti kemana arah kakinya hendak melangkah.
Dalam kehidupan, setiap perbedaan bisa saja melahirkan sinis, benci, enggan bergaul, minder dan stigma lainnya yang dilabeli sendiri oleh otak, padahal kita belum bersentuhan dengan pribadi-pribadi yang terlebih dahulu kita hakimi itu. Pikiran kita bersikap tidak adil. Dalam kehidupan hari-hari misalnya, kita seringkali mendengar komentar terhadap kasus teroris yang mengatasnamakan Islam. Karena pelakunya adalah orang Islam, maka agama Islam dibenci dari semua ajarannya.
Manusia begitu senang memberi label, lalu memasang sekat-sekat yang menciptakan jarak. Jika pun memang kebencian masih dibutuhkan, maka bencilah pada orang yang tepat. Kebencian itu harus pula hadir karena kebutuhan akan perdamaian, menghendaki pemusnahan hal-hal yang memang bisa merusak perdamaian itu.
Hanif dalam tokoh novel ini sangat getol mendiskusikan hubungan antar pemeluk agama. Menurut Hanif, budaya saling menghargai perbedaan adalah nilai Indonesia yang harus dijaga. Sifat fisik Rasul dan sosiokultural orang Arab bukanlah nilai-nilai Islam, namun sosok asli ‘Arab’ yang tidak harus diikuti orang Indonesia (hlm 222). Namun sifat Hanif yang terlalu menyukai diskusi tanpa mengenal dan memahami dulu lawan diskusinya menimbulkan sering terjadi kesalahpahaman dengan ayahnya yang termasuk keras dalam hal menegakkan syariat. Cara pandang yang berbeda dan kerap berseberangan antar keduanya seringkali menimbulkan perbedaan pendapat.
Pernah suatu waktu saat ia hendak membayarkan sejumlah uang pada tukang mie ayam, sejenak ia menatap uang lima puluh ribuan di tangannya. Tertulis disana, “dengan rahmat tuhan yang maha esa, bank indonesia mengeluarkan uang sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai lima puluh ribu rupiah.” Mungkinkah para koruptor membaca nama itu di setiap lembar uang hasil korupsi mereka? Ini merupakan bukti bahwa formalitas agama sudah berjalan, tapi ketiadaan nilai agama juga berjalan bersamanya.
Novel ini mengajarkan untuk berdiskusi dengan orang yang ingin diskusi, berdebat dengan orang yang ingin berdebat. Secara langsung novel ini menyuruh untuk meninggalkan fanatisme dan nafsu mengislamkan atau mengkristenkan banyak orang. Terserah jika setiap orang berpikir bahwa agamanya paling benar dan cuma satu-satunya jalan menuju surga. Terserah. Tapi bagaimana memikirkan solusi untuk mengurangi kemiskinan dan kebodohan? Agama harusnya adalah jawaban.
Sebuah novel karya Reza Nufa, disampaikan dengan bahasa yang lugas, mudah dicerna, dan dikemas dengan sangat menarik. Novel yang tidak hanya sekadar mengandung gagasan, akan tetapi mengaduk pemikiran dan keyakinan kita dengan perjalanan kehidupan seorang pemuda yang resah. Hanif yang kritis dengan segala hal yang ada di sekelilingnya dan ingin menjadikan negara ini maju dan lebih baik dengan memahami ajaran agama yang baik dan sempurna. 

Furaida Ayu Musyrifa (Ayu Arsyadie) Mahasiswi FITK IAIN Walisongo Semarang
Dimuat di harian Jateng Pos edisi Minggu 11 Agustus 2013

Minggu, 16 Juni 2013

Gemuruh Perjuangan Sukarno

Judul : Sukarno Bapak Bangsa
Penulis : Andi Setiadi
Penerbit : Palapa, Yogyakarta
Cetakan : I, Maret 2013
Tebal : 212 halaman

Keadaan hari ini adalah akibat perkembangan masa lalu dan apa yang dilakukan sekarang akan menentukan masa depan. Bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka lantaran perjuangan tokoh-tokoh masa lalu. Republik ini merdeka hasil dari buah perjuangan keberanian yang tak terkira.
Andi Setiadi kembali mengingatkan ingatan publik dengan menuangkan gagasan yang memotret perjuangan tokoh kemerdekaan yang sekaligus menjadi presiden pertama republik ini. Buku ini berbeda dari buku-buku lainnya yang menceritakan Sukarno. Andi mendedah perjuangan Sukarno dari perspektif yang berbeda. Salah satu alasan buku ini dimunculkan ke publik adalah menyambut kelahiran Sukarno tanggal 6 Juni kemarin.
Sukarno adalah pemimpin yang tampil dengan ilustrasi kedahsyatan. Bagi Sukarno, eksistensi sebuah bangsa dapat diukur dari sejauh mana bangsa itu mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi kemajuan peradaban dunia. Peradaban yang maju adalah produk dari bangsa yang maju, yang didalamnya terdapat masyarakat yang memiliki pola pikir dan perilaku yang maju pula. Untuk mewujudkan hal ini, Sukarno senantiasa mengikuti dasar-dasar konstitusi dan benar-benar termanifestasi dalam perilaku sehari-hari.
Sukarno telah melahirkan gemuruh kepemimpinan yang mengilustrasikan kedahsyatan. Ia secara signifikan mempengaruhi hitam putihnya masa depan kehidupan bangsa ini.
Gemuruh perjuangan Sukarno dalam memimpin dan membawa bangsa ini digambarkan dalam beberapa hal. Diantaranya mewujud dalam sikap kepemimpinannya yang sangat populis, sensitive terhadap civil society, progresif (future orientation) dan mengayomi dengan sikap kasih dan sayang.
Walapun memegang dan menyandang predikat orang nomor satu di negeri ini, Sukarno tidak ingin dirinya terkesan khusus dari sesamanya. Ia selalu berusaha populis, merakyat. Juga, sebagai pemimpin, ia tak hanya sebagai pemegang komando, tukang perintah, tetapi turut serta bekerja, berbaur bersama rakyatnya. Sikap itu dibarengi dengan ketangguhan jiwa yang berbekal komitmen mengawal aspirasi masyarakat.
Andi setiadi dalam buku ini tidak hanya mendedah perjuangan Sukarno dari satu sudut pandang. Andi juga menggambarkan betapa sulitnya Sukarno memperjuangkan bangsa untuk merdeka dan berdaulat penuh. Menurut Andi, perjuangan Sukarno hendak dilupakan dengan upaya desoekarnoisasi yang digencarkan oleh pemerintah Orde Baru di bawah Jenderal Soeharto untuk menghanyutkan peran Bung karno dalam sejarah dan dari ingatan bangsa Indonesia. Pelbagai upaya desoekarnoisasi dilakukan, misalnya mengganti nama Sukarno yang diberikan pada berbagai tempat atau bangunan di Indonesia. Selain itu, pada saat Bung Karno meninggal, keinginannya untuk dikebumikan di Istana Batu Tulis, Bogor tidak dipenuhi oleh pemerintah Soeharto. Tragisnya, juga terdapat manuver memperkecil peranan Bung Karno dalam mencetuskan Pancasila serta tanggal kelahiran pemikiran yang kemudian dijadikan ideologi nasional pada 1 Juni 1945.
Sukarno tak hanya dikenal sebagai bapak revolusi Indonesia, ia terlanjur terkenal di pelbagai belahan dunia. Aktivisme politik Sukarno ditampilkan dengan keberanian dan semangat jua yang membara.
Buku ini melihat proses perjuangan Sukarno dari masa kecil hingga detik-detik perjuangannya membawa Indonesia merdeka. Perjuangan Sukarno menjawab kerinduan masyarakat Indonesia akan kemerdekaan dan lepas dari jerat penjajahan. Sukarno mampu membawa negara ini lepas dari kungkungan penjajah.
Sukarno tampil menjadi  pelopor kebangsaan yang tumbuh menjadi pahlawan patriot kebangsaan. Patriotisme, cita-cita kemerdekaan, perjuangan revolusioner yang dijiwai dengan penghayatan keagamaan yang sufis dan teosofis, tertuang dalam buku ini. Buku ini menyadarkan bahwa kedaulatan adalah milik rakyat dan impian rakyat. Jika para pemimpin mau enak sendiri dengan mengedepankan rasionalitas dan berpradigma kapitalis, itu sebenarnya jauh dari apa yang dimaksudkan dengan kepemimpinan sejati sebagaimana yang telah dipertontonkan oleh Sukarno. Contohnya, sikap build in dengan kultur religi dipadukan dengan sikap toleransi yang tinggi dan tidak pernah melakukan kekerasan, apatisme, korupsi, dan perbuatan keji lainnya.

Furaida Ayu Musyrifa (Ayu Arsyadie) Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang
Dimuat di Jateng Pos hari Minggu 16 Juni 2013

Minggu, 09 Juni 2013

Mengadaptasi Strategi Pelatih Sepakbola dalam Dunia Pendidikan

Mengadaptasi Strategi Pelatih Sepakbola dalam Dunia Pendidikan


Judul : Seni Mengajar ala Pelatih Top Sepakbola Dunia
Penulis : Yus R Hernadez
Penerbit : Diva Press
Cetakan : I, Mei 2013
Tebal : 174 halaman
ISBN : 978-602-793-360-6

Guru yang idel adalah guru yang sanggup mengajar dengan pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Dalam dunia pendidikan, guru menempati posisi penting dalam suksesnya penyelenggaraan pendidikan. Keberadaan guru menjadi pemantik lahirnya pendidikan yang berkualitas, menyenangkan, berwibawa, disiplin, dan bermutu tinggi.
Kenyataan yang ada, banyak dari sekian guru yang tidak mampu memberikan pendidikan kepada para anak didiknya karena ketidakmampuan dalam menyuguhkan model pembelajaran. Banyak guru yang terjebak dalam model yang kaku, stagnan, dan bahkan membuat pada murid bosan.
Buku ini hadir untuk menghilangkan kebosanan dalam dunia pendidikan. Yus Hernadez memberikan cara dan model baru bagi guru dalam menjalankan proses belajar mengajar. Menurutnya, banyak inspirasi yang bisa diambil oleh seorang guru. Dalam buku ini, Hernandez menyuguhkan inspirasi yang tak pernah terpikirkan oleh para guru sebelumnya. Inspirasi itu adalah model pembelajaran dengan meniru pada pelatih sepakbola, utamanya trik dalam menyusun strategi hingga menggenjot dan menggembleng anak asuhnya dengan metode-metode yang bertumpu pada semangat dan kedisiplinan.
Harus diakui, masalah yang dihadapi dunia pendidikan pada umumnya tidak lain adalah soal ketidakcakapan seorang guru dalam mengajar. Mulai dari sistem pembelajaran konvensional hingga metode-metode yang diklaim lebih modern. Semua itu masih menyisakan ketimpangan kualitas yang membosankan. Maka dalam konteks ini, seni mengajar seorang guru kurang menarik. Yang terjadi, para peserta didik bosan menyimak penjelasan guru di dalam kelas.
Seni mengajar merupakan aspek fundamental karena berkatian dengan metode yang mempengaruhi daya tangkap siswa terhadap materi ajar. Buku ini mengandaikan kelas tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar bukan sebagai ruang pelatihan formal yang menjemukan, apalagi penjara yang menakutkan. Kelas harus disulap menjadi taman surga yang menakjubkan. Semua ini harus didasari pada seni mengajar yang menghibur layaknya seorang pelatih sepakbola top dunia.
Buku ini mencontohkan pelatih-pelatih top dunia seperti Cesare Maldini, Frank Rijkaard, Roberto Mancini, Josep Guardiola, dan Jose Mourinho. Mereka memiliki “sesuatu” yang mampu melahirkan para pemain berkaki emas, para pemain yang baik, disiplin, dan penuh prestasi. Ada pula Sir Alex Ferguson yang genius menyusun strategi sehingga ia mampu membawa tim Manchester United sukses dan disegani di Eropa. Metode yang diajarkan mereka dapat dicontoh dan diadaptasi oleh para guru dalam mendidik siswanya.
Para pelatih sepakbola menyampaikan taktik dan strategi permainan serta memberikan latihan fisik dan penggemblengan mental dengan sangat serius. Mereka bekerja tidak semata-mata karena uang, tetapi juga perhatian serius kepada dunia sepakbola yang menggerakkan mereka. Maka, tidak ada ceritanya para pelatih sepakbola menerapkan strategi “asal-asalan” .
Hernadez dalam buku ini membandingkan kesamaan antara pelatih sepakbola dan guru. Para pelatih sepakbola senantiasa meningkatkan kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan motorik, kecerdasan sosial, kecerdasan emosioanal. Semua kecerdasan itu dipadukan dalam rangka melecutkan semangat peserta didik. Namun, kenyataannya kini banyak para guru yang tidak memiliki kecerdasan motorik. Hal ini bisa dilihat dari perubahan orientasi para guru dari “mendidik untuk mencerdaskan bangsa” menjadi “mendidik demi upah”. (hlm 26).
Strategi yang diterapkan oleh para pelatih sepakbola dunia sangat memberikan dampak yang positif dalam meningkatkan kualitas para pemain. Buku ini membuka strategi itu dengan sangat jelas, mulai dari bagaimana pelatih memberikan hukuman yang bersifat edukatif dan kompetitif. Tidak hanya itu, buku ini juga membeberkan bagaimana seorang pelatih sepakbola memancing kedisiplinan pemain, merangsang imajinasi bermain yang taktis, hingga kedisiplinan yang luar biasa. Akibatnya, para pemain tak pernah merasa bosan. Yang ada, mereka senantiasa bangkit dan termotivasi.
Buku ini hadir tepat waktu saat dunia pendidikan mengalami kerancuan yang tak pernah usai, baik dalam manajemen atau proses pengajarannya. Dunia pendidikan pantas meniru dan mengambil inspirasi dari pola dan metode melatih yang sangat dahsyat. Di balik kesuksesan para pemain sepak bola, pasti ada sosok pelatih yang berkontribusi besar. Begitu pula dalam dunia pendidikan, guru sama dengan pelatih yang memikul beban intelektual sekaligus moral. Tidak sembarang orang sanggup menjadi guru, sebab ia bukanlah sembarang profesi. Pertaruhannya tentu bukan sekadar karier, melainkan juga prestasi. (hlm 15).
Karya ini menjadi salah satu refrensi wajib utamanya bagi para guru agar menemukan strategi baru dalam proses belajar mengajar. Seni mengajar adalah modal awal seorang guru dalam mengayomi dan mendidik serta mentransformasikan keilmuan dalam relung peserta didik. Strategi pelatih sepakbola dunia menjadi hal yang wajib diadaptasi oleh guru dalam rangka menghilangkan pembelajaran yang membosankan.

Furaida Ayu Musyrifa (Ayu Arsyadie) Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang

Dimuat di Jateng Pos edisi Minggu 9 Juni 2013

Jumat, 07 Juni 2013

Mengatasi Traumatik Bullying dalam Pendidikan




Judul : Bencana Sekolah
Penulis : Jodee Blanco
Penerbit : Pustaka Alvabet
Cetakan : I, Mei 2013
Tebal : ix + 322 halaman
ISBN : 978-602-9193-31-2

Pendidikan menjadi aset penting bagi bangsa yang akan menentukan maju atau tidaknya suatu bangsa. Pendidikan menjadi investasi paling mahal. Namun, tak henti-hentinya kita menyaksikan pelbagai sisi negatif dalam dunia pendidikan, misalnya tawuran antar siswa, cemoohan, ejekan dan pengibirian siswa, atau yang dikenal dengan bullying.
Jacoob Blanco dalam buku ini mengamini bahwa dunia pendidikan saat ini telah timpang dalam dehumanisasi. Pendidikan tak lagi memanusiakan manusia, karena sekolah justru mendatangkan bencana bagi para siswa, terutama yang berbentuk bullying.
Bullying adalah salah satu bentuk dari perilaku agresi dengan tujuan mengganggu orang yang lebih lemah. Bullying mengandung hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma, depresi dan tidak berdaya. Blanco dalam buku ini memaparkan cerita yang luar biasa dalam mengungkap memoar yang dialaminya sepanjang masa sekolah. Ayah dan ibunya menanamkan pendirian yang teguh tentang kebenaran dan kesalahan. Mengajarkan tentang belas kasih dan toleran, selalu mendorong untuk bersikap mandiri dan teguh.
Pada awal pendidikannya di sekolah dasar di Holly Ascention, Jodee menjadi anak yang populer. Suatu hari, ia bertemu dengan seorang gadis kecil berkebutuhan khusus bernama Marianne. Marianne mempunyai satu kaki yang bengkok. Ia tuli total juga berpenglihatan rabun. Ia selalu tampil dengan pakaian bekas yang lusuh sehingga beberapa siswa menertawakannya, bahkan mengoloknya. Jodee ingin membuat Marianne merasa dicintai, dan ia memutuskan untuk bekerja sukarela di program tunarungu pada jam makan siang. (hlm 31)
Hubungan dan kedekatannya yang kian harmonis dengan Marianne membuat optimisme  Jodee  akan keharmonisan hidup di sekolahnya berumur pendek. Semua yang menurut Jodee benar adalah kesalahan fatal di mata temannya. Ia dijauhi dan mulai teralineasi. Rambutnya dilempari permen karet, sweater kesayangannya dimasukkan ke toilet, hingga mulut mungilnya yang kecil itu dijejali salju dingin hingga kesulitan bernafas.  Teman di sekolah menyebutnya si jalang sialan, idiot, si anak buangan, dan orang aneh (hlm 71).
Menjadi ironi, ketika orangtuanya berselisih tentang apa yang harus dilakukan. Mereka tidak tahan melihat Jodee pulang setiap hari sambil menangis. Tetapi juga khawatir, jika mereka membiarkannya pindah sekolah maka sama halnya dengan menganjurkan pelarian diri dari masalah. Mereka terjebak antara keinginan untuk menyelamatkan atau mengajarkan cara mengatasi masalah.
Blanco menuturkan kisahnya sendiri saat ia menjadi korban Bullying. Melalui perjalanan hidup yang ada dalam buku ini, Jodee ingin agar anak-anak yang menjadi korban bullying merasa tidak sendirian, ada yang memahami mereka, dan bahwa jika ia bisa selamat begitu juga mereka. Kisah jodee hanyalah satu dari sekian banyak kasus bullying yang terjadi. Maka hadirnya buku ini dimaksudkan agar pelaku bullying sadar bahwa mereka telah menghancurkan korban mereka seumur hidup, dan agar para orangtua serta guru memahami isu ini dari perspektif anak-anak yang menjadi korban bullying.
Buku ini sangat dianjurkan karena akan membuat semua orang terkejut akan daya tahan dari seorang wanita korban bullying yang membela diri tanpa kasar dan kekerasan. Terlebih, Indonesia kini menduduki peringkat tertinggi kedua dalam kasus bullying setelah Jepang. Buku ini menjadi peringatan bagi semua pihak meliputi orang tua, masyarakat, pendidik, dan peserta didik agar benar-benar memosisikan dirinya dalam perannya mengatasi kasus bullying.


Furaida Ayu Musyrifa (Ayu Arsyadie) Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang

 Dimuat di Koran Jakarta. Jum'at 7 Juni 2013

Senin, 03 Juni 2013

Imaji Rowling Tanpa Sihir

Oleh Furaida Ayu Musyrifa

Judul : The Casual Vacancy (Perebutan Kursi Kosong)
Penulis : JK Rowling
Penerbit : Qanita Bandung
Cetakan : I, Desember 2012
Tebal : 593 halaman
ISBN : 978 602 9225 686

Novel ini adalah karya pertama JK Rowling untuk pembaca dewasa. Rowling mengejutkan kita dengan keluasan cakupan imajinasinya. Ia melakukan branding ulang dengan merilis novel drama untuk pembaca dewasa, tidak seperti karya sebelumnya, serial Harry Potter. Tema yang diusungnya sangat menarik, sangat berbeda dari Harry Potter. Novel ini tegak dengan kritik sosial dan politik yang sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Tidak mengherankan, novel ini menjadi salah satu karya terbaik di dunia literer.
Dengan bahasa yang dingin dan elegan, Rowling menyihir pembaca pada awal plot novel yang dikemas dalam cerita gumam sebuah perebutan kursi kekuasaan yang kosong. Berawal dari meninggalnya sang penguasa Barry Fairbrother secara tiba-tiba di usia 40 tahun, kota kecil yang bernama Pagford dilanda keterkejutan dan penuh kemampatan dalam segala lini. Pagford adalah sebuah kota kecil Inggris yang tenang dengan alun-alun pasar berbatu dan sebuah biara kuno yang indah terletak di dekat kota Yarvil, Inggris. Keindahan luarnya ternyata menyimpan banyak rahasia yang tersembunyi.
Rowling tak hanya berusaha mengimajinasikan substansi pokok permasalahan dalam novel tapi ia berusaha mempermainkan imaji pembaca. Dalam seratus halaman pertama, Rowling memunculkan banyak nama. Tebaran nama ini memunculkan sisi lain dari novel-bovel biasanya. Rowling dengan sengaja menampilkan tokoh sebanyak itu dan ditumpahkan di bagian awal. Seperti keluarga Mollison, Wall, Jawanda, Fairbrother, Weedon, Bawden (halaman 98). Rupanya semua nama ini satu sama lain dan masing-masing memiliki kaitan tersendiri dengan Barry Fairbrother yang walaupun meninggal di awal namun memiliki peran besar seperti hantu yang terus membayangi setiap tokoh ini.
Kematian Barry memang menjadi titik sentral hingga ada kursi kosong di Dewan Kota. Dari titik ini, kemudian banyak bermunculan orang yang merasa layak menggantikan Barry dan lebih banyak lagi yang merasa berkepentingan dengan urusan pemilihan kekuasaan. Yang terjadi kemudian adalah kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin, anak-anak remaja yang tidak akur dengan orang tuanya, istri bertengkar dengan suaminya, guru yang juga terlibat perseteruan dengan muridnya (halaman 105-169).
Dalam setiap lembaran kertas ini, Barry menjadi mutiara diantara lumpur, seorang tokoh protagonist diantara kumpulan orang-orang sinis, sadis, sarkatis yang penuh kebencian. Yang menegaskan ini novel dewasa, selain kata kasar, contoh buruk tentang pembangkangan dan kelancangan pada orang tua adalah emosi  yang akan sulit dipahami anak dibawah umur.
Penerima gelar kehormatan the Prince of Asturias Award for Concord, France’s Legion d’honneur dan The Hans Christian Andersen Literature Award ini hendak mengajarkan bahwa proses kehidupan serta pendewasaan dan menjadi dewasa memang begitu keras, bahkan kebenaran bisa menjadi rumit. Rowling menggambarkan kehidupan dalam buku ini dengan ilusi andai ketakbenaran yang dibenarkan. Entah mengapa, saya juga mengandaikan pengunduran diri Andi Mallarangeng sebagai Menpora, tak jauh seperti kisah Barry dalam novel elegan ini.

Furaida Ayu Musyrifa (Ayu Arsyadie) mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang



Minggu, 02 Juni 2013

Ikhtiar Melunasi Janji Negara


Judul : Indonesia Mengajar
Penulis : Pengajar Muda
Pengantar : Anies Baswedan
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : I, Desember 2012
Tebal : xviii + 322 halaman

Indonesia memiliki hutang terhadap sejarah dan para pahlawan negeri ini. Hutang itu berupa janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang masih belum merata diterima anak-anak di penjuru nusantara.
Fenomena inilah yang hendak ditebas oleh sebuah gerakan yang mengatasnamakan Gerakan Indonesia Mengajar (GIM). Awal tahun 2010, GIM lahir dari gagasan Anies Baswedan yang langsung didukung perusahaan energi nasional Indika Energy Group. GIM ingin mengubah pradigma yang berpandangan pendidikan adalah barang mahal, terlebih bagi saudara-saudara kita yang jauh dari pusat. Bangunan yang hampir roboh, fasilitas yang kurang memadai, jarak yang jauh dan terjal, kurangnya tenaga pengajar, dan masalah-masalah lain masih saja terjadi.
GIM telah berhasil menjangkau lebih dari 18.000 siswa, tersebar di 117 desa di 14 kabupaten dan 14 provinsi mulali dari Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, hingga Fakfak, Papua Barat. Buku ini adalah jejak rekam dari kisah para pengajar muda di pelosok negeri yang bertugas dari November 2010 hingga November 2011.
Buku ini membuktikan bahwa sebenarnya dipelosok dalam sana, ada ribuan dan bahkan jutaan generasi muda yang memiliki kecerdasan luar biasa, memiliki prestasi yang menggunung dan motivasi serta etika yang membanggakan. Generasi muda yang kreatif, inovatif dan bahkan visioner yang siap menjadi pioner dibidangnya masing-masing. Jika mereka tidak memperoleh pendidikan yang benar-benar mampu memberdayakan, bisa dipastikan mereka tak akan mampu merealisasikan harapan dan mimpi-mimpinya tentang pendidikan.
Kenyataan ini semakin meneguhkan optimisme bahwa Indonesia akan lebih cerah untuk semua. Selama setahun para pengajar muda berada di tengah-tengah rakyat di pelosok negeri. Mereka rela melepaskan peluang kerja bergaji tinggi. Di desa-desa terpencil itu, mereka menorehkan jejak dan menitipkan pahala. Siswa-siswa SD yang banyak tidak beralas kaki di daerah penempatan mereka akan semakin membuka mata bahwa Indonesia itu sangat kaya. Membaca buku ini akan meyakinkan kita bahwa pendidikan itu adalah modal penting kemajuan bangsa. Usaha dan semangat dari para pengajar yang dituangkan dalam buku ini mampu membuka kesadaran bahwa pembangunan sektor pendidikan bukan monopoli pemerintah atau perguruan tinggi negeri ataupun swasta, melainkan semua pihak ikut berperan aktif dalam menyehatkan sektor pendidikan.
Mereka rela meninggalkan kenyamanan kota dan jauh dari keluarga untuk mengabdi di pedalaman sebagai guru. Mereka berusaha melunasi sebuah janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tak sekadar mengajar baca tulis hitung, mereka juga mengajar banyak nilai-nilai kebaikan, bergantian belajar pada masyarakat asli. Kesulitan, kebahagian, tangis, dan tawa mewarnai kisah mereka hanya demi sebuah bangsa.
Kisah inspiratif hadir dari Nanda Yunika Wulandari, Pengajar muda di Bengkalis. Ia berhasil membesarkan hati peserta didiknya untuk maju. Saat peserta didiknya merasa bahwa ketika kalah dalam lomba, maka Ibu Guru akan merasa malu. Dengan kegigihannya, ia berhasil menghilangkan satu huruf “L” dari kata “malu” menjadi “mau”. Setalah “mau” maka ia menambahkan huruf “J” menjadi “maju”. Berkat semangat dan optimisme, anak-anak di Bengkalis mampu mengikuti olimpiade dan lomba-lomba lainnya hingga mereka meraih juara.
Para pengajar muda berjuang untuk menampilkan pendidikan yang bisa mencerdaskan masyarakat dan menumbuhkan budaya filantropi di Indonesia. Munculnya satu lapis generasi baru masa depan bangsa sangat kita tunggu. Generasi baru yang padanya akan dititipkan amanah dan janji kemerdekaan, mereka semua akan lahir melalui pendidikan yang berkualitas.

Jika semua itu bisa terlaksana dan diterapkan, maka terjawablah janji kemerdekaan yang ditulis oleh para founding father negeri ini. Sebuah janji ikhtiar kolektif untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Adanya ikhtiar kolektif itu terbaca dari semangat para kaum pengajar muda yang hendak menerjemahkan kemajuan bangsa lewat sistem pendidikan. 


Furaida Ayu Musyrifa (Ayu Arsyadie) mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang
Dimuat di www.rimanews.com Pada hari Minggu 26 Mei 2013 dengan link http://www.rimanews.com/read/20130526/104276/ikhtiar-melunasi-janji-negara

Sabtu, 01 Juni 2013

Perjuangan Revolusioner Sukarno

Perjuangan Revolusioner Sukarno


Judul : Sukarno Bapak Bangsa
Penulis : Andi Setiadi
Penerbit : Palapa, Yogyakarta
Cetakan : I, Maret 2013
Tebal : 212 halaman

Mengenang sejarah hidup dan perjuangan presiden Sukarno dengan sendirinya akan menghadirkan gairah intelektual yang nasionalis. Nama Sukarno menyejarah dan tak pernah luntur dari ingatan zaman. Perjuangannya tak pernah terkubur dalam ingatan manusia utamanya tentang pengabdiannya dalam memerdekakan Indonesia.
Andi Setiadi menghadirkan gairah intelektual itu dengan menulis buku tentang Sukarno. Buku ini berbeda dengan buku-buku lainnya tentang Sukarno. Buku ini ditulis sebagai wujud penghormatan kepada sosok Bung Karno yang jasa-jasanya sangat besar dan tak mungkin terlupakan terutama dalam mengenang kelahirannya, 6 Juni mendatang.
Sukarno menjadi putra sang fajar berkat kelahirannya bersamaan dengan menyingsingnya fajar. Dua fajar yang sedang menyingsing saat itu adalah fajar hari kelahirannya tanggal 6 Juni dan fajar abad baru 1901. Lahir seorang anak dengan wajah menatap kuat dan tampak aura pemimpin. Sang ayah, Raden Soekemi Sasrodihardjo memberi nama Kusno Susro. Ibu Sukarno mempunyai firasat baik sambil lalu mendekap Sukarno seraya berucap: “Engkau akan menjadi pemimpin rakyat kita, karena ibu melahirkan jam setengah enam pagi disaat fajar mulai menyingsing. Jangan lupakan itu nak, bahwa engkau ini Putra Sang Fajar. Falsafah Jawa menyebutkan bahwa orang yang lahir saat fajar menyingsing hingga matahari terbit ditakdirkan menjadi orang besar yang akan memimpin banyak orang.
Buku ini melihat proses perjuangan Sukarno dari masa kecil hingga detik-detik perjuangannya membawa Indonesia merdeka. Sukarno terlahir untuk Indonesia pada abad ke 19. Saat itu, bangsa Indonesia tengah mengalami puncak penderitaan akibat penjajahan, tercampak ke alam kebodohan, terseret dalam kemelaratan dan kemiskininan. Rakyat Indonesia sedang menunggu hadirnya seorang pemimpin yang mampu melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
Imajinasi kepemimpinan akhirnya menemukan puncak dengan datangnya Sukarno. Ia berhasil membawa bangsa ini lepas dari cengkraman Belanda. Alhasil, Sukarno dikenal sebagai bapak revolusi Indonesia. Sukano kemudian populer dalam kancah global. Semua orang dipenjuru dunia mengenalnya sebagai salah satu juru bicara Asia-Afrika paling lantang dalam melawan imperialisme dan kolonialisme Barat. Sebagai orator yang lincah dalam dunia perpolitikan, ia mampu membuktikan pada khalayak sebagai sosok pengguncang dunia.
Buku ini menyusuri pelbagai simpati pada epilog hidup Sukarno yang tragis. Andi Setiadi membuka ulang ulang kehidupan suka-duka Sukarno dengan dengan pergolakan politiknya, pradigma berpikir dan petualangan hingga kisah cinta sang Bapak Bangsa ini.
Dalam perjuangannya, Sukarno tak jarang menemui pelbagai rintangan. Namun, Sukarno tetap menjadi representasi pemimpin dengan ilustrasi yang kedahsyatan yang siap mengguncang imperealisme Barat. Sukarno tak segan-segan bertindak mempertaruhkan nyawa demi dan untuk keberlangsungan hidup rakyat Indonesia.
Keberanian dan semangat juangnya yang gigih mampu menorehkan banyak jasa, khususnya bagi Indonesia. Gaya yang ditampilkan menjadikan sosok kelahiran Blitar ini, membawanya menemukan personifikasi jati diri “satu Indonesia”. Perjuangannya membawa satu impian bagi rakyat Indonesia. Sukarno tampil menjadi  pelopor  kebangsaan yang tumbuh menjadi pahlawan patriot kebangsaan.
Kehidupan Bung Karno hingga hal-hal yang menginspirasi hidupnya, terlihat detail dalam buku ini. Andi menulusuri segala prilaku, sikap dan segala yang melingkupi putra sang fajar itu. Patriotisme, cita-cita kemerdekaan, perjuangan revolusioner yang dijiwai dengan penghayatan keagamaan yang sufis dan teosofis, tertuang dalam buku ini. Buku ini seakan memanggil pembaca untuk melakukan ziarah intelektual bertemu dengan Bapak Bangsa yang menginspirasi. Membaca buku ini, sama halnya hidup berdampingan dengan Sukarno karena segala aktivitasnya terekam dalam buku ini. Kita sebagai pembaca, masuk dan terbawa dalam gemuruh kehidupan Sukarno. Terlebih, bagi pembaca yang berjiwa nasionalis, tentu ada panggilan untuk mengikuti jejaknya dalam mengharumkan bangsa Indonesia di tingkat lokal, nasional dan global.

Furaida Ayu Musyrifa (Ayu Arsyadie) Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang
 Dimuat di Radar Surabaya. Minggu 2 Juni 2013