Judul : Sukarno Bapak Bangsa
Penulis : Andi Setiadi
Penerbit : Palapa, Yogyakarta
Cetakan : I, Maret 2013
Tebal : 212 halaman
Keadaan
hari ini adalah akibat perkembangan masa lalu dan apa yang dilakukan sekarang
akan menentukan masa depan. Bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka lantaran
perjuangan tokoh-tokoh masa lalu. Republik ini merdeka hasil dari buah
perjuangan keberanian yang tak terkira.
Andi Setiadi kembali
mengingatkan ingatan publik dengan menuangkan gagasan yang memotret perjuangan tokoh
kemerdekaan yang sekaligus menjadi presiden pertama republik ini. Buku ini
berbeda dari buku-buku lainnya yang menceritakan Sukarno. Andi mendedah
perjuangan Sukarno dari perspektif yang berbeda. Salah satu alasan buku ini
dimunculkan ke publik adalah menyambut kelahiran Sukarno tanggal 6 Juni kemarin.
Sukarno adalah pemimpin
yang tampil dengan ilustrasi kedahsyatan. Bagi Sukarno, eksistensi
sebuah bangsa dapat diukur dari sejauh mana bangsa itu mampu memberikan
kontribusi yang nyata bagi kemajuan peradaban dunia. Peradaban yang maju adalah
produk dari bangsa yang maju, yang didalamnya terdapat masyarakat yang memiliki
pola pikir dan perilaku yang maju pula. Untuk mewujudkan hal ini, Sukarno
senantiasa mengikuti dasar-dasar konstitusi dan benar-benar termanifestasi
dalam perilaku sehari-hari.
Sukarno
telah melahirkan gemuruh kepemimpinan yang mengilustrasikan kedahsyatan. Ia secara
signifikan mempengaruhi hitam putihnya masa depan kehidupan bangsa ini.
Gemuruh
perjuangan Sukarno dalam memimpin dan membawa bangsa ini digambarkan dalam
beberapa hal. Diantaranya mewujud dalam sikap kepemimpinannya yang sangat populis,
sensitive terhadap civil society, progresif (future orientation) dan
mengayomi dengan sikap kasih dan sayang.
Walapun
memegang dan menyandang predikat orang nomor satu di negeri ini, Sukarno tidak
ingin dirinya terkesan khusus dari sesamanya. Ia selalu berusaha populis,
merakyat. Juga, sebagai pemimpin, ia tak hanya sebagai pemegang komando, tukang
perintah, tetapi turut serta bekerja, berbaur bersama rakyatnya. Sikap itu
dibarengi dengan ketangguhan jiwa yang berbekal komitmen mengawal aspirasi
masyarakat.
Andi
setiadi dalam buku ini tidak hanya mendedah perjuangan Sukarno dari satu sudut
pandang. Andi juga menggambarkan betapa sulitnya Sukarno memperjuangkan bangsa
untuk merdeka dan berdaulat penuh. Menurut Andi, perjuangan Sukarno hendak
dilupakan dengan upaya desoekarnoisasi yang digencarkan oleh pemerintah Orde
Baru di bawah Jenderal Soeharto untuk menghanyutkan peran Bung karno dalam
sejarah dan dari ingatan bangsa Indonesia. Pelbagai upaya desoekarnoisasi
dilakukan, misalnya mengganti nama Sukarno yang diberikan pada berbagai tempat
atau bangunan di Indonesia. Selain itu, pada saat Bung Karno meninggal,
keinginannya untuk dikebumikan di Istana Batu Tulis, Bogor tidak dipenuhi oleh
pemerintah Soeharto. Tragisnya, juga terdapat manuver memperkecil peranan Bung
Karno dalam mencetuskan Pancasila serta tanggal kelahiran pemikiran yang
kemudian dijadikan ideologi nasional pada 1 Juni 1945.
Sukarno
tak hanya dikenal sebagai bapak revolusi Indonesia, ia terlanjur terkenal di
pelbagai belahan dunia. Aktivisme politik Sukarno ditampilkan dengan keberanian
dan semangat jua yang membara.
Buku
ini melihat proses perjuangan Sukarno dari masa kecil hingga detik-detik
perjuangannya membawa Indonesia merdeka. Perjuangan Sukarno menjawab kerinduan
masyarakat Indonesia akan kemerdekaan dan lepas dari jerat penjajahan. Sukarno
mampu membawa negara ini lepas dari kungkungan penjajah.
Sukarno
tampil menjadi pelopor kebangsaan yang
tumbuh menjadi pahlawan patriot kebangsaan. Patriotisme, cita-cita kemerdekaan,
perjuangan revolusioner yang dijiwai dengan penghayatan keagamaan yang sufis
dan teosofis, tertuang dalam buku ini. Buku ini menyadarkan bahwa kedaulatan
adalah milik rakyat dan impian rakyat. Jika para pemimpin mau enak sendiri
dengan mengedepankan rasionalitas dan berpradigma kapitalis, itu sebenarnya
jauh dari apa yang dimaksudkan dengan kepemimpinan sejati sebagaimana yang
telah dipertontonkan oleh Sukarno. Contohnya, sikap build in dengan
kultur religi dipadukan dengan sikap toleransi yang tinggi dan tidak pernah
melakukan kekerasan, apatisme, korupsi, dan perbuatan keji lainnya.
Furaida Ayu Musyrifa
(Ayu Arsyadie) Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Walisongo Semarang
Dimuat di Jateng Pos
hari Minggu 16 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar