Kamis, 30 Mei 2013

Menelusuri Sejarah Wanita Simpanan


Menelusuri Sejarah Wanita Simpanan

Oleh Furaida Ayu Musyrifa

Judul: Wanita Simpanan, Kontroversi Selingkuhan Tokoh-Tokoh Dunia, dari Orang Suci hingga Politisi, dari Zaman Kuno hingga Era Kini
Penulis: Elizabeth Abbott
Penerbit : Alvabet
Cetakan: I, Januari 2013
Tebal: 630 halaman

Wanita simpanan adalah fenomena. Memilih menjadi wanita simpanan adalah memilih sebilah paket hidup yang penuh resiko. Punya kenikmatan dan kemesraan, namun sekaligus dilumuri pahit dan getir. Banyak wanita yang bersedia menjalaninya, banyak pula lelaki  yang siap mewujudkannya.
Mengapa seorang wanita bersedia menjadi wanita simpanan atau gundik? Apakah wanita simpanan hanyalah istri tunggu yang menanti giliran, ataukah dia mempunyai emansipasi dan kemerdekaan sebagai wanita independen? Elizabeth Abbott memberikan rekaman sejarah brilian mengenai fenomena pergundikan. Ia menjawab semua deretan pertanyaan diatas dengan cemerlang.
Dalam buku ini, Abbott dengan cerdas menelusuri berbagai motif dan moral wanita-wanita simpanan yang sangat terkenal dan memesona dalam sejarah, dari masa lampau hingga masa kini. Abbott menggambarkan potret mendalam mereka dengan peran yang demikian kompleks, dari selir kaisar China di Timur hingga gundik raja Eropa di Barat, dari Siti Sarah di zaman kuno hingga Marilyn Monroe di masa modern.
Pergundikan dalam banyak hal merupakan awal dari perselingkuhan, berkembang dan hampir merupakan toleransi universal dari ketidaksetiaan laki-laki. Memiliki banyak selir membuat kaum lelaki bisa memanjakan diri dalam sebuah hubungan seksual yang, meski diluar nikah, dimaafkan secara hukum dan diterima secara sosial.
Laki-laki bisa memamerkan perempuan lain sebagai simbol prestise dan kekayaan. Memanfaatkan para gundik untuk bertanggung jawab soal rumah tangga sebagai istri. Para gundik benar-benar bekerja berdampingan dengan istri sah. Fenomena seperti ini menurut Abbott sudah terbiasa dibeberapa negara khususnya kekasairan China dan Turki. Beberapa laki-laki keturunan kerajaan, aristokrat (ningrat) dan yang memiliki hak istimewa memperlihatkan kekayaan dan kekuatan mereka dengan membangun harem, sebuah tempat khusus bagi wanita simpanan.
Doktor sejarah dari McGill University, Kanada, dengan minat khusus dalam isu-isu perempuan, ini menemukan bahwa dunia pergundikan baik pada masa lalu maupun masa modern mengandung demand and supply, yaitu kebutuhan dan kerawanan.
Gundik modern menggunakan standar modern dimana feminisme dan tradisi ikut berkontribusi didalamnya untuk memilih dan mengevaluasi gaya hidup mereka. Berbagai faktor memengaruhi mereka, seperti pertimbangan finansial, pemenuhan seksual dan emosional, serta egalitarianisme. Mereka melihat dukungan keuangan sebagai bagian dari pergundikan. Dalam versi mereka, egalitarianisme feminis dalam dunia pergundikan menjadi sesuatu yang wajar. Ketidakseimbangan kasta kelas sosial antar gundik dan kekasih merupakan hal mendasar dari struktur hubungan.
Namun mereka juga merasakan kerawanan, rasionalisasi (penalaran), kerahasian sehingga menjadi endemik (penyakit) bagi kehidupan mereka sendiri. Beberapa diantara mereka melampiaskannya dalam kebiasaan belanja atau judi gila-gilaan untuk menghabiskan sebanyak mungkin uang kekasih. Ini terjadi pada gundik-gundik terkenal di Eropa seperti Emilie du Chatelet, Eva braun, Marilyn Monroe dan Jeanne Hebuterne.
Bagi para gundik, cinta menjadi hal kedua setelah seks. Laki-laki biasanya memilih perempuan muda yang menarik sebagai pasangan seks mereka. Kecantikan akan membutakan segalanya. Sultan Turki Sulaiman menyerah pada kecantikan Roxelana yang luar biasa, dan Raja Ludwig dari Bavaria hanyut dalam pesona Lola Montez (hlm 82).
Buku ini ditulis dengan gaya elegan sekaligus menggiriskan, menggabungkan bakat seorang novelis dan peneliti untuk mengungkap suasana batin, deskripsi, dan karakterisasi dengan argumentasi penuh pemikiran. Praktis di setiap halaman buku ini ada alasan untuk tersenyum penuh kepuasan membaca pengungkapan ini, dan alasan untuk menahan iba dari sari cerita tentang perempuan-perempuan paling terpinggirkan dalam sejarah. Tokoh-tokohnya tampak bodoh, serakah, ambisius, dan kejam. 
Temuan Abbott sangat menarik bahwa para gundik masa lalu dan masa kini banyak memiliki kesamaan karakteristik dan pengalaman. Seks dan finansial menjadi persamaan umum yang jelas. Para gundik paham benar akan pentingnya menjaga kekasih mereka melalui pelampiasan hasrat seksual. Mereka yang tidak memiliki keahlian seksual seringkali disiksa kecemasan akan kehilangan kekasih mereka. Sebagai aturan, gundik hanya diundang dalam acara-acara yang dirahasiakan, klub-klub tertentu, perjalanan bisnis singkat dan dirumah-rumah teman yang mengerti keadaan mereka.
Keunikan buku ini adalah kemampuan Abbott dalam menghadirkan dimensi dunia wanita simpanan yang diatur sedemikian rupa. Temuan Abbott menghadirkan sebuah penetrasi psikologis dan pemahaman sosial bahwa egalitarianism(ajaran bahwa manusia yg berderajat sama memiliki takdir yg sama pula) juga dianut oleh wanita gundik.

Furaida Ayu Musyrifa (Ayu Arsyadie) mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang
Dimuat di harian Jateng Pos, Minggu 7 april 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar