Minggu, 16 Juni 2013

Gemuruh Perjuangan Sukarno

Judul : Sukarno Bapak Bangsa
Penulis : Andi Setiadi
Penerbit : Palapa, Yogyakarta
Cetakan : I, Maret 2013
Tebal : 212 halaman

Keadaan hari ini adalah akibat perkembangan masa lalu dan apa yang dilakukan sekarang akan menentukan masa depan. Bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka lantaran perjuangan tokoh-tokoh masa lalu. Republik ini merdeka hasil dari buah perjuangan keberanian yang tak terkira.
Andi Setiadi kembali mengingatkan ingatan publik dengan menuangkan gagasan yang memotret perjuangan tokoh kemerdekaan yang sekaligus menjadi presiden pertama republik ini. Buku ini berbeda dari buku-buku lainnya yang menceritakan Sukarno. Andi mendedah perjuangan Sukarno dari perspektif yang berbeda. Salah satu alasan buku ini dimunculkan ke publik adalah menyambut kelahiran Sukarno tanggal 6 Juni kemarin.
Sukarno adalah pemimpin yang tampil dengan ilustrasi kedahsyatan. Bagi Sukarno, eksistensi sebuah bangsa dapat diukur dari sejauh mana bangsa itu mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi kemajuan peradaban dunia. Peradaban yang maju adalah produk dari bangsa yang maju, yang didalamnya terdapat masyarakat yang memiliki pola pikir dan perilaku yang maju pula. Untuk mewujudkan hal ini, Sukarno senantiasa mengikuti dasar-dasar konstitusi dan benar-benar termanifestasi dalam perilaku sehari-hari.
Sukarno telah melahirkan gemuruh kepemimpinan yang mengilustrasikan kedahsyatan. Ia secara signifikan mempengaruhi hitam putihnya masa depan kehidupan bangsa ini.
Gemuruh perjuangan Sukarno dalam memimpin dan membawa bangsa ini digambarkan dalam beberapa hal. Diantaranya mewujud dalam sikap kepemimpinannya yang sangat populis, sensitive terhadap civil society, progresif (future orientation) dan mengayomi dengan sikap kasih dan sayang.
Walapun memegang dan menyandang predikat orang nomor satu di negeri ini, Sukarno tidak ingin dirinya terkesan khusus dari sesamanya. Ia selalu berusaha populis, merakyat. Juga, sebagai pemimpin, ia tak hanya sebagai pemegang komando, tukang perintah, tetapi turut serta bekerja, berbaur bersama rakyatnya. Sikap itu dibarengi dengan ketangguhan jiwa yang berbekal komitmen mengawal aspirasi masyarakat.
Andi setiadi dalam buku ini tidak hanya mendedah perjuangan Sukarno dari satu sudut pandang. Andi juga menggambarkan betapa sulitnya Sukarno memperjuangkan bangsa untuk merdeka dan berdaulat penuh. Menurut Andi, perjuangan Sukarno hendak dilupakan dengan upaya desoekarnoisasi yang digencarkan oleh pemerintah Orde Baru di bawah Jenderal Soeharto untuk menghanyutkan peran Bung karno dalam sejarah dan dari ingatan bangsa Indonesia. Pelbagai upaya desoekarnoisasi dilakukan, misalnya mengganti nama Sukarno yang diberikan pada berbagai tempat atau bangunan di Indonesia. Selain itu, pada saat Bung Karno meninggal, keinginannya untuk dikebumikan di Istana Batu Tulis, Bogor tidak dipenuhi oleh pemerintah Soeharto. Tragisnya, juga terdapat manuver memperkecil peranan Bung Karno dalam mencetuskan Pancasila serta tanggal kelahiran pemikiran yang kemudian dijadikan ideologi nasional pada 1 Juni 1945.
Sukarno tak hanya dikenal sebagai bapak revolusi Indonesia, ia terlanjur terkenal di pelbagai belahan dunia. Aktivisme politik Sukarno ditampilkan dengan keberanian dan semangat jua yang membara.
Buku ini melihat proses perjuangan Sukarno dari masa kecil hingga detik-detik perjuangannya membawa Indonesia merdeka. Perjuangan Sukarno menjawab kerinduan masyarakat Indonesia akan kemerdekaan dan lepas dari jerat penjajahan. Sukarno mampu membawa negara ini lepas dari kungkungan penjajah.
Sukarno tampil menjadi  pelopor kebangsaan yang tumbuh menjadi pahlawan patriot kebangsaan. Patriotisme, cita-cita kemerdekaan, perjuangan revolusioner yang dijiwai dengan penghayatan keagamaan yang sufis dan teosofis, tertuang dalam buku ini. Buku ini menyadarkan bahwa kedaulatan adalah milik rakyat dan impian rakyat. Jika para pemimpin mau enak sendiri dengan mengedepankan rasionalitas dan berpradigma kapitalis, itu sebenarnya jauh dari apa yang dimaksudkan dengan kepemimpinan sejati sebagaimana yang telah dipertontonkan oleh Sukarno. Contohnya, sikap build in dengan kultur religi dipadukan dengan sikap toleransi yang tinggi dan tidak pernah melakukan kekerasan, apatisme, korupsi, dan perbuatan keji lainnya.

Furaida Ayu Musyrifa (Ayu Arsyadie) Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang
Dimuat di Jateng Pos hari Minggu 16 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar