Judul : Indonesia
Mengajar
Penulis : Pengajar Muda
Pengantar : Anies
Baswedan
Penerbit : Bentang
Pustaka
Cetakan : I, Desember
2012
Tebal : xviii + 322
halaman
Indonesia
memiliki hutang terhadap sejarah dan para pahlawan negeri ini. Hutang itu
berupa janji kemerdekaan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa yang masih belum merata diterima anak-anak di penjuru
nusantara.
Fenomena inilah yang hendak ditebas oleh sebuah
gerakan yang mengatasnamakan Gerakan Indonesia Mengajar (GIM). Awal tahun 2010,
GIM lahir dari gagasan Anies Baswedan yang langsung didukung perusahaan energi
nasional Indika Energy Group. GIM ingin mengubah
pradigma yang berpandangan pendidikan adalah
barang mahal, terlebih bagi saudara-saudara kita yang jauh dari pusat. Bangunan
yang hampir roboh, fasilitas yang kurang memadai, jarak yang jauh dan terjal,
kurangnya tenaga pengajar, dan masalah-masalah lain masih saja terjadi.
GIM
telah berhasil menjangkau lebih dari 18.000 siswa, tersebar di 117 desa di 14
kabupaten dan 14 provinsi mulali dari Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam,
hingga Fakfak, Papua Barat. Buku ini adalah jejak rekam dari kisah para pengajar muda di pelosok negeri yang
bertugas dari November 2010 hingga November 2011.
Buku ini membuktikan bahwa sebenarnya dipelosok
dalam sana, ada ribuan dan bahkan jutaan generasi muda yang memiliki kecerdasan
luar biasa, memiliki prestasi yang menggunung dan motivasi serta etika yang
membanggakan. Generasi muda yang kreatif, inovatif dan bahkan visioner yang
siap menjadi pioner dibidangnya masing-masing. Jika mereka tidak memperoleh
pendidikan yang benar-benar mampu memberdayakan, bisa dipastikan mereka tak
akan mampu merealisasikan harapan dan mimpi-mimpinya tentang pendidikan.
Kenyataan
ini semakin meneguhkan optimisme bahwa Indonesia akan lebih cerah untuk semua. Selama
setahun para pengajar muda berada di tengah-tengah rakyat di pelosok negeri. Mereka
rela melepaskan peluang kerja bergaji tinggi. Di desa-desa terpencil itu,
mereka menorehkan jejak dan menitipkan pahala. Siswa-siswa SD yang banyak tidak
beralas kaki di daerah penempatan mereka akan semakin membuka mata bahwa
Indonesia itu sangat kaya. Membaca buku ini akan meyakinkan kita bahwa
pendidikan itu adalah modal penting kemajuan bangsa. Usaha dan semangat dari
para pengajar yang dituangkan dalam buku ini mampu membuka kesadaran bahwa pembangunan sektor pendidikan bukan monopoli
pemerintah atau perguruan tinggi negeri ataupun swasta, melainkan semua pihak
ikut berperan aktif dalam menyehatkan sektor pendidikan.
Mereka rela meninggalkan kenyamanan kota dan jauh
dari keluarga untuk mengabdi di pedalaman sebagai guru. Mereka berusaha
melunasi sebuah janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tak
sekadar mengajar baca tulis hitung, mereka juga mengajar banyak nilai-nilai
kebaikan, bergantian belajar pada masyarakat asli. Kesulitan, kebahagian,
tangis, dan tawa mewarnai kisah mereka hanya demi sebuah bangsa.
Kisah
inspiratif hadir dari Nanda Yunika Wulandari, Pengajar muda di Bengkalis. Ia
berhasil membesarkan hati peserta didiknya untuk maju. Saat peserta didiknya
merasa bahwa ketika kalah dalam lomba, maka Ibu Guru akan merasa malu. Dengan
kegigihannya, ia berhasil menghilangkan satu huruf “L” dari kata “malu” menjadi
“mau”. Setalah “mau” maka ia menambahkan huruf “J” menjadi “maju”. Berkat
semangat dan optimisme, anak-anak di Bengkalis mampu mengikuti olimpiade dan
lomba-lomba lainnya hingga mereka meraih juara.
Para pengajar muda berjuang untuk menampilkan
pendidikan yang bisa mencerdaskan masyarakat dan menumbuhkan budaya filantropi
di Indonesia. Munculnya satu lapis generasi baru masa depan bangsa sangat kita
tunggu. Generasi baru yang padanya akan dititipkan amanah dan janji
kemerdekaan, mereka semua akan lahir melalui pendidikan yang berkualitas.
Jika semua itu bisa terlaksana dan diterapkan, maka
terjawablah janji kemerdekaan yang ditulis oleh para founding father
negeri ini. Sebuah janji ikhtiar kolektif untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
memajukan kesejahteraan umum. Adanya ikhtiar kolektif itu terbaca dari semangat
para kaum pengajar muda yang hendak menerjemahkan kemajuan bangsa lewat sistem
pendidikan.
Furaida Ayu Musyrifa (Ayu Arsyadie) mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar